Hits: 19

Hari ini kita akan bersama-sama merenungkan kehidupan imam Eli. Eli bukan hanya seorang imam yang bertugas mengurus bait suci Allah, tetapi juga seorang ayah yang harus mendidik dan membimbing anak-anaknya. Selain itu ia juga memiliki tanggungjawab untuk memperhatikan kehidupan umat Israel dan mengawasi kehidupan  Samuel.

Cerita kehidupan Eli yang sering kita dengar adalah ketika dengan hati pedih Hana berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, maka Eli menyangka Hana sedang mabuk dan menegurnya: “Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang  mabuk? Lepaskan dirimu dari Mabuk.” (1Sam.1:14), Di sini kita bisa melihat sikap tegas dan tanpa kompromi terhadap dosa imam Eli. Juga kehidupan Samuel secara jasmani maupu rohani mengalami pertumbuhan yang luar biasa dibawah bimbingan dan pengawasan Eli ( 1Sam 2:26). Kita telah melihat bagaimana Eli menjalankan tugas sebagai imam untuk mengajar, menasehati umatnya yang datang ke rumah Tuhan dan sekaligus sebagai orang tua yang harus mendidik Samuel yang masih muda.

Berikutnya kita akan melihat bagaimana Eli sebagai orang tua di dalam mendidik, membimbing dan menasehati anak-anaknya sendiri. Kedua anak imam Eli Hofni dan Pinehas adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN ( 1Sam.2:12). Dari 1 Sam.2:13-14 kita melihat betapa jahat dan berdosanya anak-anak imam Eli, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN. Apa tindakan Eli? Dari 1 Sam. 2:22-25, kita melihat adanya ketidaktegasan Eli sebagai orang tua untuk mendidik anak-anaknya. Ia hanya bertanya “Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Eli tidak menunjukkan sikap tegas terhadap perbuatan dosa anak-anaknya. Eli kurang mengawasi dan memperhatikan kelakuan anak-anaknya dengan baik. Kesalahan dan dosa kedua anaknya tidak hanya sekali, dua kali, sudah cukup banyak. Tapi Eli tidak memiliki ketegasan dan keberanian untuk  menghajar dan menghukum anak-anaknya. (Kesalahan Eli terbesar). Di sisi lain, Eli juga mengalami kemerosotan rohani pada masa tuanya: Ayat 29-30 memperlihatkan bagaimana kehidupan Eli di masa tuanya dan tidak memiliki keteladanan hidup yang baik bagi anak-anaknya. Eli menghormati anak-anaknya lebih dari pada TUHAN.

Bagaimana menjadi orang tua yang tegas dan penuh kasih?

  1. Jangan memiliki sikap kompromi terhadap dosa dan kesalahan anak. Hukuman dan pendisiplinan harus dilakukan. Harus konsisten dalam membereskan dosa dan kesalahan yang dilakukan. Eli tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang imam dan orang tua. Hal ini bisa kita lihat dari sikapnya terhadap Hana, Samuel dan anak-anaknya. Sikap dan tindakannya dalam menegur kesalahan sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Terhadap Hana dan Samuel ia bersikap tegas tapi terhadap anak-anaknya sendiri begitu kompromi.
  2. Jangan salah dalam mengasihi anak ( jangan memanjakan anak). Adakalanya anak sudah salah kita masih melindunginya karena takut dia terluka, bahkan kita lebih takut kepada anak dari pada Tuhan.
  3. Memberikan contoh keteladanan hidup yang baik. Ketika Eli tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan di situ Eli sudah tidak memberikan contoh teladan yang baik kepada anak-anaknya. Pembelajaran bagi kita sebagai orang tua adalah harus selalu memberikan contoh yang baik kepada anak-anak supaya mereka dapat meneladani kita. Sikap ketidaktegasan Eli membawa akibat yang fatal bagi kehidupan pribadi dan anak-anaknya (1 Samuel 2:31-34).

Biarlah ketika Tuhan mempercayakan kita anak untuk dibesarkan, kita harus memiliki sikap yang tegas dan penuh kasih untuk mengajar, mendidik, menasehati dan mengawasi hidup mereka dengan baik.