Hits: 37

Hari ini kita telah memasuki urutan terakhir dari serangkaian topik yang terkait dengan liturgis kebaktian, temanya adalah “penyerahan diri”.  Lingkup renungan kita adalah dari khotbah selesai sampai bagian terakhir Amin, yaitu pada bagian ini kita harus menyerahkan diri kita kepada Tuhan untuk masuk di dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam ibadah kita telah bertemu dengan Tuhan yang agung, dan sekaligus merupakan pusat ibadah kita juga. Kita juga mengakui bahwa kita adalah ciptaan yang hina  dan telah diubah setelah mendengar firman yang ajaib dari Tuhan. Untuk alasan ini, kita harus menyerahkan diri untuk dipakai dan diutus oleh Tuhan ke dalam dunia untuk menyatakan hidup yang menyerupai Yesus.

Roma 12:1-2 mencatat bahwa kita harus “mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Dalam Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari untuk persembahan/kurban yang hidup ditambah satu kata yaitu suatu kurban hidup yang “khusus”.  Di sini sangat jelas memberitahukan kita bahwa kita sebagai anak-anak Tuhan, ketika kita menyembah Tuhan, kita harus memberikan diri yang hidup kepada Tuhan kita. Ini berarti bukan hanya tubuh kita, tapi segenap tubuh, jiwa dan roh kita harus dipersembahkan. Ketika kita menyerahkan diri kita, pertama-tama kita harus memikirkan apakah kita sudah siap melaksanakan kewajiban kita, supaya apa yang kita persembahkan berkenan dihati Tuhan. Karena itu, ketika kita hendak mengakhiri ibadah, kita harus berpikir baik-baik untuk berkomitmen kepada Tuhan, untuk mengikuti Tuhan, dan menyerahkan diri kita kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup.

Tatkala hari ini kita memperingati Minggu Palem, mari kita belajar dari seorang murid Yesus — Petrus. Ketika Yesus akan dijual, Petrus menurut maksudnya sendiri bertekad untuk mengikuti Yesus sampai pada akhirnya dan bahkan mau mempertaruhkan nyawanya, dan di Getsemani, ia membela Yesus dengan menghunuskan pedangnya dan memarang hamba Imam Besar sampai putus telinganya. Namun, pada bagian terakhir, Petrus malah menyangkal Yesus dan Tuhan memakai ayam untuk mengingatkan akan kesalahannya. Petrus tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sesuai dengan maksud Tuhan, tetapi dia melakukan menurut keinginannya sendiri.

 Di bagian terakhir dari ibadah kita ini, seperti ayam berkokok yang mengingatkan Petrus, mungkin Tuhan mengingatkan kita, apakah kita sudah melakukannya dengan benar? Dengan demikian, ibadah kita dari awal sampai akhir akan berkenan kepada Tuhan. Ketika kita beribadah kepada Tuhan, yang terutama bukan kita yang dipuaskan tetapi kita harus memuaskan hati Tuhan, karena penonton adalah Dia sendiri. Karena itu, ketika kita beribadah, kita harus mempersiapkan diri baik-baik, menyerahkan tubuh, jiwa dan roh kita sebagai persembahan hidup kepada Tuhan untuk dipakai-Nya secara luar biasa.