Hits: 127

“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” Ini adalah bahagia ketiga dari delapan bahagia (Mat 5:5), memberitahukan kita bahwa menjadi murid Yesus harus memiliki kelembutan hati. Dilihat dari teks aslinya, kata benda lemah-lembut mengandung arti lemah, ringan, dan lambat. Pada prinsipnya, kelembutan adalah kesabaran dalam sikap dan ucapan, dan tidak mudah untuk mengucapkan kata-kata kasar, apalagi marah. Seorang filsuf mengatakan bahwa kelembutan ini ada di antara kemarahan tak terkendali yang tanpa alasan dan tidak pernah marah dalam situasi apa pun juga. Belajar lembut artinya harus mau sepenuhnya menyerah kepada kehendak Allah dan tidak sombong serta memiliki hati yang suka belajar. Karena itu, untuk menjadi murid Kristus yang lembut, kita harus marah pada waktu yang tepat, belajar sabar, mengendalikan emosi dan memiliki kerendahan hati.

Ketika kita dapat menjadi murid yang lembut, maka kita akan memiliki bumi seperti yang tercatat di bagian firman Tuhan ini. Dalam bahasa Indonesia Sehari-hari dikatakan bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya kepada kita. Akan memiliki bumi, janji apakah ini? Sama seperti Allah memberikan tanah pusaka kepada Israel – tanah Kanaan, Dia juga akan memenuhi janji-janji-Nya (memberi pusaka) pada kita. Namun, pusaka ini tidak seperti pusaka yang diterima oleh Israel – tanah dan keturunan. Yang dikehendaki Tuhan adalah seperti yang dikatakan dalam Doa Bapa Kami “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga”. Tuhan akan menarik suasana surga ke bumi (dinyatakan di bumi) , sehingga kita yang menjadi murid-murid Kristus yang lemah-lembut akan dapat menikmati kebahagiaan surgawi, yaitu damai sejahtera surgawi. Karena itu, ketika kita benar-benar bisa menjadi orang yang lembut, Roh Kudus akan memimpin kita masuk di dalam keadaan yang dikehendaki oleh Tuhan, untuk menikmati damai sejahtera surgawi di bumi.

Meskipun Yesus menghadapi banyak situasi sewaktu di dunia, menurut pandangan manusia dalam situasi seperti itu seringkali akan menimbulkan kemarahan kita, tapi Yesus tidak marah. Sama seperti ketika Petrus menyangkal Yesus, jika kita berada dalam situasi Yesus, sangat mungkin bahwa kita akan memperlakukan Petrus dengan tatapan marah. Ketika Alkitab melukiskan gambaran ini, tidak dicatat bahwa Yesus melihat Petrus dengan mata marah. Namun, ketika Yesus menyucikan bait Allah, jelaslah bahwa Dia benar-benar marah pada orang-orang yang berjual beli di sana. Yesus marah ketika Dia harus marah, tetapi Dia tidak marah pada waktu yang tidak tepat. Kita juga harus demikian, agar kita dapat menikmati damai sejahtera surgawi di bumi yang Tuhan berikan kepada kita. Oleh karena itu, ketika kita ingin menghidupi kehidupan seorang murid Kristus yang lembut, dalam kondisi yang sulit cobalah menjawab dengan kelembutan hati.