Hits: 24

Setiap tahun pada hari Natal, kita merayakan Natal karena Natal. Kita mengatakan bahwa Yesus adalah tokoh utama Natal, dan yang menjadi renungan kita pada waktu Natal adalah Kristus. Tapi, apakah kita mengerti mengapa kita sangat menantikan Natal? Setiap tahun kita mengulang perayaan kelahiran Kristus, apakah kita sungguh-sungguh merenungkan kisah Natal dan apa artinya bagi hidup kita?

Ketika kita sudah terbias auntuk hal-hal tertentu, kita sulit untuk melihatnya dari perspektif baru. Hari ini, kiranya dari ceritaNatal yang sudah sangat familir, kita bisa melihat makna sebenarnya dari Natal,supaya makna sebenarnya ini seperti cahaya dari hiasan pohon Natal menerangi hati kita.

 Natal adalah perayaan hari Tuhan datang ke dunia. Ketika kita dengan tenang merenungkan fakta tentang Allah yang kekal, Maha tahu, Maha kuasa, Maha hadir, adil, kudus dan mulia, kemudian melihat bayi Yesus di dalam palungan, mungkin kita bertanya: apakah tidak salah pemandangan ini?

“Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan “terbaring di dalam palungan” (Luk. 2:12). Dalam kisah kelahiran Yesus, perkataan ini tidak boleh diabaikan: Allah yang kekal selamanya, penuh kemuliaan dan hormat ini terbaring di dalam palungan. Para malaikat pun menyembunyikan wajah mereka di hadapan-Nya; di hadapan Allah ini Musa dan Yesaya juga sujub menyembah kepadaNya, namun ternyata Ia lahir di dalam palungan yang kotor. Kata-kata “terbaring di dalam palungan” tidak hanya menggambarkantempat di manabayiYesus dilahirkan,tetapi jugamenyampaikan pesandari Tuhan. Kebenaran yang disampaikan melalui palungan ini, jauh lebih baik daripadaberibu-ribu kata.

Tanda untuk para gembala.

Pada waktu itu Kaisar Agustus memerintahkan sensus penduduk, orang-orang yang ada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi harus kembali ke kampung halamannya untuk mendaftarkan diri. Bisa dibayangkan, jalan-jalan di Betlehem penuh sesak dengan pejalan kaki, karena setiap kerabat keluarga berkumpul, semua penginapan juga sudah penuh dan dalam situasi seperti ini, bagaimana sekelompok gembala dapat menemukan bayi yang baru lahir ini? Pada waktu itu mungkin ada ibu-ibu lain yang melahirkan dan bayi, yang manakah bayi yang dijanjikan itu? Tanda untuk para gembala adalah “terbarang di dalam palungan”. Coba dipikirkan: tanpa tanda ini, mereka akan seperti mencari jarum di dalam laut, dan jika tidak ada tanda lain dari yang lain ini, bagaimana membuktikan bahwa para gembala telah menemukan dan melihat tanda yang dijanjikan, kemudian mereka sendiri juga menjadi tanda bagi pasangan orang tua di dunia dari Yesus Kristus, sebagai suatu pernyataan jelas, karena hal yang semula membuat mereka bingung ini ternyata adalah rencana Tuhan yang ajaib.

Tanda untuk Yusuf dan Maria.

Coba kita pikirkan, di Luk. 1:42, ketika Elisabet menyatakan Maria adalah wanita yang diberkati, apakah Maria seperti itu? Dengan iman besar ia berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:38). Tapi apakah imannya tidak tertantang, ketika dalam keadaan hamil tua setelah ia menempuh perjalanan jauh dari Nazaret datang ke Betlehem, dalam kelelahan justru ia hanya mendapat tempat di dalam palungan? Ketika ia mulai merasakan sakit bersalin, tidak ada bidan untuk membantu. Ketika ia dan Yusuf sendirian di dalam palungan merayakan kelahiran bayi surgawi yang dijanjikan melalui mimpi ajaib dan mujizat, apakah akan timbul pertanyaan seperti ini: Ya, Tuhan! Apakah tidak salah? Anak Allah, tidak lahir di istana yang sepadan dengan statusNya, tidak ada ranjang bayi yang indah, bahkan ruangan hangat satu pun tidak ada, Ia ternyata lahir di dalam palungan yang dingin, apakah Maria tidak ragu? Sekarang datanglah sekelompok gembala membawa kabar baik yang diberitakan oleh para malaikat, dan mereka menceritakan tanda yang diberikan adalah: “seorang bayi terbaring di dalam palungan”. Ini adalah tempat bayi yang akan lahir. Kabar surgawi yang dibawa oleh para gembala, adalah pengakuan lebih lanjut, yang menunjukkan bahwa situasi yang dialami oleh Yusuf dan Maria pada waktu itu, di mata Allah adalah kudus, Allah tidak membuat kesalahan karena ini memang tempat yang dipilih Allah. Bukti ini membuang keraguan dalam pikiran mereka dan menunjukkan kepada kita, bahwa Allah masuk ke dalam dunia kita, dibungkus erat dengan lampin, bahkan membuatIa tidak bisa bergerak. Kelahiran seperti ini tidak sesuai dengan identitas dan kemuliaan-Nya, tapi di dalamnya kita bisa melihat maksud Allah. Allah yang kekal datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya (Yoh. 1:11).

Kita sering mendengar kritikan orang terhadap agama Kristen bahwa Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang murka, kejam, yang melakukan pembalasan dengan sadis, tapi Allah yang demikian mana mungkin membiarkan diriNya menjadi bayi tak berdaya yang terbaring di dalam palungan? Tidak, Allah adalah pengasih dan penuh belas kasihan. Gambarandalampalungan ini sungguh memperlihatkanhalini.

Di manakah kesalahan pemandangan ini? Sama sekali tidak ada kesalahan! Pemandangan sederhana Allah terbaring di dalam palungan adalah tanda. Tanda untuk para gembala, tanda untuk Yusuf dan Maria dan tanda untuk umat manusia. Untuk mengingatkan kita satu kebenaran berharga: kita tidak lagi sendirian karena Allah mengasihi kita!