Hits: 2370

Bagaimana perasaan kita, jika kita berada dalam sebuah ruang gelap yang tidak memiliki seberkas cahaya? Apa yang bisa kita perbuat? Dalam sebuah ruangan gelap, tentu kita akan sulit bergerak dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi bila ada secercah cahaya masuk, kita akan bersukacita dan berani melangkah karena ada terang yang menyinari jalan kita, walaupun hanya secercah cahaya.

Hari ini kita mau bersama-sama merenungkan tentang “Secercah Kemuliaan”. Secercah sinar kemuliaan yang mengubah kehidupan Paulus dan memberi pengharapan hidup kepada Paulus. Firman Tuhan yang kita baca seakan-akan tidak menunjukkan adanya secercah kemuliaan. Yang ada adalah hidup yang memancarkan sinar kemuliaan Allah. Pancaran sinar kemuliaan Allah dinyatakan melalui kehidupan Paulus. Gambaran kehidupan Paulus di dalam 2 Korintus 4:16-18 tentu memiliki titik awal. Apa yang menyebabkan Paulus memiliki kehidupan yang demikian? Di dalam Kis. 9:3 berbunyi: “Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia”. Secercah kemuliaan dari Tuhan inilah yang mengubah secara total kehidupan Paulus. Perubahan hidup Paulus dapat dilihat dari:

  1. Imannya semakin bertumbuh menuju kesempurnaan. Ayat 16: “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari”. Paulus menyadari kekuatan tubuhnya dari hari ke hari akan tambah merosot, tapi hal ini tidak membuatnya tawar hati. Karena ini adalah sesuatu yang alami. Bagi Paulus yang lebih penting adalah dari hari ke hari kerohaniannya harus  semakin bertumbuh. Inilah dampak dari sinar cahaya kemuliaan surgawi yang melingkupi hidupnya sejak awal.
  2. Pandangan yang positif terhadap penderitaan. Ayat 17: “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami”. Jika kita melihat 2Kor. 11:23-27, apakah penderitaan yang dialami oleh Paulus ringan? Jelas ini adalah penderitaan yang berat, tapi Paulus tidak merasa berat, karena ia memiliki pandangan yang positif terhadap penderitaan. Baginya penderitaan di dunia ini adalah sementara dan tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal.
  3. Dapat melihat nilai kekekalan hidup. Ayat 18: “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” Sebagai manusia tentu kita hanya bisa melihat apa yang kelihatan dan selalu menginginkan atau mengharapkan sesuatu yang nyata. Tetapi bagi Paulus, manusia bukan hanya mampu melihat yang nyata, tetapi harus juga melihat yang tidak kelihatan. Karena yang kelihatan hanya bersifat sementara dan akan berlalu, tetapi yang tidak kelihatan bersifat kekal. Karena itu kita harus mengejar yang kekal itu. Sinar kemuliaan yang melingkupi Paulus membuat ia selalu rindu akan nilai kekekalan hidup.

Bagaimana kehidupan kita hari ini? Sudahkah secercah sinar kemuliaan Allah dalam hidup kita mengubah kehidupan kita? Biarlah kehidupan kita senantiasa memancarkan sinar kemuliaan Allah. Amin.