Hits: 79

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Ini ayat Alkitab yang sangat familiar bagi orang Kristen, bahkan banyak orang Kristen percaya kepada Tuhan karena ayat ini. Tapi jika ditanya lagi, apakah Saudara percaya? Apakah Saudara benar-benar telah menikmati kelegaan? Sampai saat ini apakah masih menikmati janji dari ayat Alkitab ini?

Hari Kamis ketika kita mendengar terjadi ledakan bom di jalan Thamrin, apakah kita tetap tenang atau merasa tegang? Apakah malam itu kita bisa tidur dengan tenang? Dan bagaimana kita ketika menghadapi masalah, kesulitan atau pukulan di dalam hidup ini? Apakah tindakan pertama kita? Kita sendiri memikirkan jalan keluar? Dan bagaimana sikap kita dalam menghadapi masalah di dalam pelayanan?

Dalam situasi bagaimanakah Yesus mengucapkan kalimat ini?Lihatlah Matius 11:21-23, jelaslah bahwa pada waktu itu Yesus sedang melayani di Khorazim, Betsaida, dan Kapernaun, Ia ditolak dan diremehkan orang ; Jadi kalimat ini bukan diucapkan dalam keadaan lancar dan diterima orang. Hari ini banyak orang Kristen dikatakan percaya ya percaya, dan pada awalnya memang ia terlihat sangat bersukacita, tapi ketika masalah datang ia langsung terpuruk di dalam penderitaan, dan tidak dapat menikmati kelegaan yang kekal itu. Apakah janji Yesus Kristus sia-sia dan gagal? Yang pasti tentu saja tidak! Karena Yesus tidak pernah memberikan janji kosong. Dia adalah setia dan dapat diandalkan. Lalu mengapa kita tidak dapat menikmati ketenangan yang permanen? Karena kita hanya berhenti di “Marilah” saja.

Jika kita introspeksi diri baik-baik, alasan utama adalah karena kita mengabaikan ayat-ayat berikutnya, ayat 29-30 di sini selanjutnya dikatakan: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Yang disebut dengan orang-orang Kristen adalah murid-murid Kristus, orang yang harus belajar seperti Kristus dan mengikuti Kristus. Hanya orang yang secara konsisten terus belajar dan meneladani Yesus, barulah ia dapat terus menerus menikmati kehidupan yang penuh ketenangan dan kedamaian yang kekal itu.

Pertama, jangan biarkan kata “kuk” ini menakut-nakuti Anda. Karena ini adalah kuk dari Kristus, Dia akan membantu kita memikulnya. Ia akan membuat kita menyukainya, melalui daya tarik keadilan dan kebenaran. Ia akan membuat kita bosan dengan kesenangan semu dan membuat kita bergembira karena melatih diri untuk kebajikan.

Pada saat itu cara orang-orang Yahudi melatih sapi muda untuk membajak sawah adalah membiarkan sapi muda dengan sapi yang sudah berpengalaman berdampingan untuk memikul satu kuk. Sapi muda itu akan belajar dari sapi tua membajak di sana dengan patuh dan perlahan-lahan sapi muda itu akan menjadi terbiasa. Tuhan kita seperti sapi tua ini. Hari ini Tuhan tidak hanya berjalan bersama kita, Dia juga ada di dalam kita. Ketika kita membiarkan Tuhan hidup di dalam kita, maka kerendahan hati Tuhan akan dinyatakan di dalam diri kita. Selanjutnya dikatakan lagi: “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (ayat 30). Yang dimaksud dengan enak dan ringan yaitu yang sesuai, karena Tuhan tidak akan memberikan kuk yang melampaui batas kemampuan kita.

Kedua, belajar apa? 1. Lemah-lembut dan rendah hati. Yang disebut lemah-lembut adalah tidak panik, rendah hati lawan kata adalah sombong; semua keberhasilan kita juga bukan karena kemampuan dan kehebatan kita, untuk apa tinggi hati dan sombong, sesungguhnya tidak ada yang dapat dibanggakan! Kita juga tidak ada apa-apanya. Yesus adalah Allah Tritunggal yang Mahatinggi, tapi Ia rela merendahkan diri menjadi manusia seperti yang tercatat di dalam Flp. 2:7-8. Jika bukan karena anugerah Allah, apalah artinya kita? 2. Pengenalan dan keyakinan terhadap Allah Bapa: “Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu” (ay. 25-26). Yakin dan jelas siapa yang dilayani; Dia adalah Bapa, Tuhan langit dan bumi: Dia adalah Bapa kita, Dia tidak akan sesuka hati memperlakukan kita, setiap hal harus dengan seizin-Nya baru bisa terjadi di atas diri kita. Segala sesuatu ada di dalam kuasa-Nya. Karena itu buat apa kita menghitung-hitung untung rugi, keberhasilan dan kegagalan kita. 3. Ayat 25-26: Jelas bahwa Allah adalah Bapa, Tuhan langit dan bumi, aku bersyukur kepada-Mu. Mengucap syukur dalam segala hal. Waktu itu Yesus berada dalam situasi pasang surut, pekerjaan tidak berhasil, ditolak, diremehkan,…mengapa Ia masih bersyukur kepada Allah Bapa? Karena Yesus tahu siapa Bapa, karena Bapa maka Ia harus taat. Yakin bahwa Allah Bapa tidak akan salah juga tidak akan ada yang salah. 4. Ayat 27 menunjukkan betapa eratnya hubungan Dia dengan Allah Bapa. Dia membiarkan Bapa mengenal Dia (jujur, tanpa rasa sesal)

Sebaliknya Ia juga sepenuhnya memahami Allah Bapa. Bagaimana kita di hadapan Allah, ada berapa banyak hal yang kita tidak berani terbuka kepada-Nya, dan sejauh mana pemahaman kita terhadap Allah Bapa? Tidak mengherankan, kita tidak dapat menikmati ketenangan!