Hits: 1281
Daud di dalam Mazmur pasal 34 mencatat akan ucapan syukurnya kepada Tuhan karena pimpinan-Nya pada waktu ia terlepas dari Abimelekh, raja Filistin, sewaktu dia berpura-pura tidak waras dihadapannya. Di satu sisi kita melihat Daud sepertinya sedang mengandalkan kemampuan dirinya sendiri dan tidak mengandalkan Tuhan untuk berpura-pura gila. Namun, jikalau kita merenungkan kembali akan apa yang dia lakukan sampai Abimelekh percaya kepadanya bukanlah suatu hal yang mudah, karena dia harus menurunkan derajatnya dan beriman kepada Tuhan untuk menjadi orang yang tidak waras. Dengan mazmur ucapan syukur lewat pasal 34 ini, Daud selain mengaku lemah menghadapi segala kesulitan akan tetapi bersyukur akan pimpinan Tuhan yang membawa dia kelepasan.
“Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!”(ayat 9) memberitahukan kepada kita bahwa Daud sungguh menikmati akan kebaikan Tuhan secara pribadi dalam kehidupannya saat itu dan memuliakan-Nya. Mengecap dan melihat akan kebaikan Allah sama seperti kita menikmati akan nikmatnya sebuah minuman seperti halnya kopi. Jikalau berbicara tentang menikmati kopi bukanlah sekedar menenggak minuman biasa, akan tetapi seperti halnya seseorang penikmat kopi mengatakan harus dicium, disruput (dirasakan) dan dipasangkan (3D). Kitapun dalam menikmati dan memuliakan Allah seperti demikian: mencium akan kasih Allah, merasakan akan kebaikan-Nya dan dalam hidup kita janganlah lupa untuk memasangkan diri dengan Allah atau dengan kata lain menyadari Allah beserta dengan kita.
Seringkali kita sebagai anak Tuhan merasa kering dalam kehidupan kita karena kita tidak bisa untuk menikmati akan Allah. Kita menjalankan semua rutinitas tanpa merasakan adanya Allah yang selalu beserta dengan kita. Jikalau menikmati dan memuliakan Allah hanyalah seperti menenggak air biasa maka kita tidak akan bisa untuk menikmatinya. Padahal yang diinginkan Allah adalah secara perlahan kita selalu bersekutu dengan-Nya lewat doa dan Firman-Nya, merasakan akan kehadiran-Nya di dalam setiap hal yang kita lakukan. Seperti halnya pada saat kita mengecap nikmatnya segelas kopi dan mulut kita akan penuh dengan kalimat yang tak terucapkan; hal yang sama pada saat kita mengecap akan nikmatnya kebaikan Allah, mulut kita akan penuh dengan pujian yang tiada hentinya kepada-Nya.