Hits: 15

Kitab Wahyu memberikan kepada kita gambaran tentang bagaimana keadaan sebagian umat Allah: apa yang mereka alami zaman itu dan apa yang akan mereka alami hingga kekekalan. Wahyu 7:9-17 adalah bagian lanjutan dari 7:1-8. Keduanya menggambarkan secara utuh umat Allah yang diselamatkan, terdiri dari orang-orang Yahudi (9:1-8 digambarkan oleh 144.000 orang yang diselamatkan yaitu jumlah sempurna 12 suku Israel: 12x12x1000) dan orang-orang bukan Yahudi, yaitu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat dihitung jumlahnya (7:9-17).

Umat Allah dalam 7:9-17 digambarkan sebagai berikut. Pertama-tama, umat Allah terdiri dari semua bangsa dan suku dan umat dan bahasa (7:9-12). Mereka berdiri di depan takhta Allah dan di hadapan Anak Domba sambil memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka dan berseru dengan suara nyaring: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!”

Kedua, umat Allah dapat dikenali dalam beberapa hal sebagai berikut (7:13-14). Pertama, umat Allah tersebut telah keluar dari “kesusahan yang besar”(7:14). Mereka adalah orang-orang yang telah mengalami penganiayaan semasa hidup karena dipaksa untuk menyembah kepada kaisar. Karena penganiayaan mereka sampai harus mati martir. Namun, walaupun nampak seolah mereka berhasil dikalahkan oleh penguasa-penguasa dunia, sesungguhnya di mata Allah dan dalam alam kekekalan merekalah para pemenang. Mereka mengenakan pakaian putih yang merupakan tanda orang-orang yang menang, baik mereka yang mati martir (bdk. 7:9; 7:13-14) maupun yang bertahan dalam iman tanpa melalui kematian martir (3:4-5). Kemenangan umat Allah ini bukan karena kekuatan dan upaya diri mereka sendiri tetapi oleh karena darah Sang Anak Domba (7:12). Tindakan memegang daun-daun palem yang mengambarkan sambutan terhadap raja yang baru pulang dari perang (bdk. peristiwa masuknya Yesus ke Yerusalem) menunjukkan bahwa mereka bersandar pada Yesus Kristus. Puji-pujian bagi Allah yang duduk di takhta dan bagi Sang Anak Domba juga menunjukkan hal tersebut.

Ketiga, dalam Wahyu 7:15 digambarkan mengenai bagaimana Allah akan kembali menjadi pelindung bagi umat Allah berdasarkan perjanjian (covenant) Allah dengan umat-Nya. Umat Allah tersebut akan berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia yang duduk di atas takhta itu siang dan malam (selama-lamanya). Ini adalah tanda ketaatan mereka kepada perjanjian, yaitu hidup menurut perintah-perintah-Nya. Sebaliknya, Allah akan menjadi Allah mereka, yaitu Allah akan membentangkan kemah-Nya atas mereka yang berarti Allah akan  menaungi dan melindungi umat Allah tersebut. Ini gambaran seperti waktu bangsa Israel berjalan di padang gurun di mana Allah tinggal di dalam kemah (tabernakel) tetapi dalam konteks “keluaran yang baru”. Namun, berbeda dengan saat itu di mana orang Israel dilindungi Allah melalui tiang awan pada waktu siang dan tiang api pada saat malam sementara Allah tinggal di dalam kemah, saat ini perlindungan Allah atas umat-Nya akan bersifat sempurna. Allah akan membentangkan kemah-Nya atas mereka bermakna Allah sendiri akan bersama dengan mereka dan melindungi mereka secara sepenuhnya.

Buah dari pemulihan hubungan sempurna perjanjian adalah, umat Allah tidak akan mengalami kesulitan lagi secara fisik karena mereka tidak akan lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi (7:16). Ini dapat terjadi karena Anak Domba Allah (Yesus Kristus) akan menggembalakan dan menuntun mereka ke mata air kehidupan karena Anak Domba Allah, yaitu Allah yang menjadi manusia di dalam Tuhan Yesus Kristus, adalah gembala yang baik (bdk. Yoh. 15: ; Mzm. 23). Bahkan, secara nonfisik, Allah juga akan melindungi mereka di mana Allah akan menghapuskan segala air mata dari mata mereka sehingga mereka tidak harus lagi mengalami kesedihan karena siksaan pemerintah Romawi atau karena ditinggalkan oleh orang-orang yang dikasihi yang mati akibat penyiksaan pemerintah Romawi.

Akhirnya, yang perlu diingat adalah bahwa buah ini bukan baru dinikmati nanti di surga saja tetapi sudah mulai di dalam hidup ini, yaitu sejak kematian dan kebangkitan Kristus yang menandai dimulainya zaman akhir dan sejak kita beriman kepada Yesus, Sang Anak Domba. Walaupun demikian, perlu disadari bahwa sementara dalam dunia ini buah ini belum sempurna karena dunia ini masih menderita karena akibat dosa. Namun, meskipun kita masih menderita, pengharapan akan sukacita yang sempurna ini akan menjadi kekuatan buat kita dalam menjalani kehidupan kita di dunia sampai kita kembali ke hadapan Allah.