Hits: 232

Kebangkitan Yesus dari antara orang mati adalah momen penting bagi iman Kristen karena beberapa alasan. Pertama, peristiwa kebangkitan Yesus adalah unik (luar biasa). Kebangkitan Yesus adalah pekerjaan dan karya Allah untuk menggenapi maksud dan rencana-Nya. Kebangkitan Yesus juga merupakan pembelaan atas Yesus yang mati. Yesus dikhianati. Dia tidak bersalah tetapi tetap dijatuhi hukuman mati seperti seorang penjahat besar. Yesus mengalami kematian yang sangat mengerikan di salib tetapi Allah membela-Nya dengan membangkitkan-Nya dari kematian dan dengan demikian menyatakan bahwa Yesus adalah benar.

Kedua, peristiwa kebangkitan Yesus adalah jangkar dari iman Kristen. Peristiwa ini adalah fakta bukan hoaks (1Kor. 15:1-8). Paulus mengatakan jikalau Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah iman orang Kristen (1Kor. 15:17). Peristiwa ini juga adalah jangkar iman Kristen karena melalui kebangkitan Kristus, Allah menyatakan bahwa kematian Kristus sebagai korban penebusan dosa sudah genap (sempurna). Karena itu, orang yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan bahwa Yesus telah dibangkitkan dari antara orang mati akan diselamatkan (Rm. 10:9).

Dua kali Petrus menyebut kebangkitan Yesus di awal suratnya dalam pengajarannya kepada jemaat. Ada dua makna dalam penyebutan ini.

1. Kebangkitan Yesus memberikan pengharapan (1Ptr. 1:1-7). Allah Bapa telah melahirkan jemaat kembali kepada suatu kehidupan yang penuh pengharapan atas dasar (oleh) kebangkitan Yesus. Pengharapan hidup baru ini yang merupakan bagian (warisan) yang tersimpan di surga, bagian yang tidak dapat binasa, cemar atau pun layu (4) adalah keselamatan yang akan dinyatakan pada akhir zaman (5) dan diterima oleh iman.

Kebahagiaan dari janji akan menerima bagian warisan ini  “terganggu” karena adanya penderitaan. Jemaat di empat propinsi Romawi yang menjadi penerima surat 1 Petrus—Pontus-Bitina, Galatia, Kapadokia, dan Asia Kecil—hidup dalam penganiayaan. Kebanyakan jemaat adalah orang-oang setempat yang sudah bertobat dan menjadi Kristen. Mereka mengalami penderitaan karena iman mereka, sebab setelah percaya kepada Tuhan Yesus karena mereka tidak mau ikut berpartisipasi dalam penyembahan berhala atau penyembahaan kaisar yang menjadi pratik umum zaman itu. Selain itu, karena mereka ingin meninggalkan hidup yang berdosa, mereka juga dicaci maki dan dihina. Petrus menasihati jemaat untuk tetap bergembira walaupun jemaat harus berdukacita akibat penderitaan karena sifat penderitaan ini adalah “seketika” (sementara) saja (6) dan penderitaan ini adalah untuk membuktikan kemurnian iman (7). Petrus ingin meneguhkan mereka agar mereka tetap bertahan dalam penganiayaan yang terjadi oleh karena nama Yesus ini.

2. Kebangkitan Yesus menuntut adanya kehidupan yang kudus (1Ptr. 1:13-21). Perintah utamanya adalah “hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu” (14-15 bdk. 16). Hendaklah jemaat kudus karena Allah yang memanggil adalah kudus adanya. Hidup kudus berarti meninggalkan hawa nafsu yang menguasai mereka pada saat belum menjadi umat percaya (pada waktu kebodohanmu–14) dan hidup sebagai anak-anak yang taat. Umat telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia melalui melalui korban darah Kristus yang seperti darah anak domba yang tidak bernoda dan bercacat (19).

Hidup kudus dapat diwujudkan dalam konteks personal dan konteks komunal/sosial. Dalam konteks kehidupan personal, kita patut memiliki kesaksian hidup yang baik. Orang Kristen umumnya dikenal dari kehidupan individual yang kudus (jujur, setia, disiplin, bisa dipercaya, penuh kasih, dll.). Dalam konteks komunal, tuntutan hidup kudus merupakan cara untuk menjawab tantangan dari masyarakat yang bukan Kristen dan yang menganiaya mereka. Melalui perbuatan baik (kekudusan hidup), hal-hal ini akan dapat dibungkamkan sehingga para penentang ini akhirnya menjadi percaya kepada Allah. Sebagai orang Kristen kita dipanggil untuk hidup benar dalam masyarakat dan hidup membawa kebenaran ke dalam masyarakat. Dalam konteks zaman sekarang di Indonesia, orang Kristen dipanggil aktif terlibat dalam politik dalam arti luas, yaitu sebagai upaya untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik: kudus, benar, adil.