Hits: 173

Jika kita kembali ke ayat 19 yang mulai mengajarkan tentang masalah mengumpulkan harta di surga atau di bumi, dan melayani Tuhan atau Mamon, maka selanjutnya langsung menyebut topik “Jangan kuatir akan hidup.” Ini tampaknya memiliki sedikit hubungan yang signifikan dengan apa yang dikatakan sebelumnya. Sebenarnya tidak demikian.

Ada beberapa masalah umum atau pergumulan, yaitu kekuatiran yang kita semua hadapi dalam hidup ini. Beberapa orang bahkan mengatakan bahwa hanya orang dengan gangguan jiwa atau psikologis yang tidak akan kuatir, kenyataannya tidak demikian. Yesus tahu bahwa bahkan mereka yang percaya kepada-Nya tak luput dari kekuatiran. Karena itu Dia berkata, “Janganlah kuatir akan hidupmu …” Pada saat yang sama, Yesus juga menunjukkan: “Jangan kuatir akan apa engkau hendak makan atau minum ; akan apa yang hendak engkau pakai.” Ini menunjukkan bahwa yang kita kuatirkan tidak lain adalah masalah sandang, pangan, papan (tempat tinggal), transportasi, dan kekayaan.

  1. Apa itu kuatir? kuatir juga disebut perasaan gelisah, cemas, susah atau takut. Mengapa orang kuatir? pertama adalah untuk masa depan. Karena kita tidak bisa memprediksi akan masa depan kita, sehingga kita jatuh ke dalam situasi hidup di masa depan. Orang menghabiskan banyak waktu memikirkan apa yang mungkin terjadi di masa depan, dan sering kali hal terburuk dapat menimbulkan perasaan kuatir dan takut. Seperti orang Qi yang yang selalu kuatir langit akan runtuh – kekuatiran atau ketakutan yang tak semestinya .
    • Kekuatiran seperti itu juga sering muncul pada diri orang Kristen. Tapi yang dikuatirkan tidak lain adalah masalah pendidikan, pernikahan, pekerjaan, rumah, mendapatkan uang (ekonomi), kesehatan, pensiun, anak-anak, dll. Bahkan tanpa disadari secara bertahap kekuatiran membuat orang menderita depresi yang tidak perlu. Kita mengabaikan satu hal, yaitu kita hidup pada hari ini, bukan hidup di hari esok atau kemarin; kita hidup di masa sekarang bukan masa lalu atau masa depan. Kita hanya bisa hidup pada saat ini, karena yang sudah berlalu tidak bisa kembali lagi, detik berikutnya tidak dapat diketahui, dan tidak bisa diprediksi. Hanya Tuhan adalah “Alfa dan Omega.” (Why. 1: 8), yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang .” Oleh karena itu, Tuhan Yesus berkata: “Janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri, kesusahan sehari cukuplah untuk sehari 』(Mat. 6:34, Yak. 4: 13-15).
    • Kuatir itu timbul dari sikap negatif terhadap lingkungan dan situasi. Bukan hanya karena berada dalam situasi sulit orang baru kuatir, tetapi bahkan di dalam keadaan lancar pun demikian. Seperti seorang ibu waktu cuaca cerah kuatir putra sulung penjual payung jualannya tidak laku dan musim hujan ia kuatir anak bungsu yang menjemur garam tidak dapat bekerja.
    • Kuatir tentang pekerjaan dan bahkan kehidupan rohani: melihat prestasi, pekerjaan, dan jabatan orang lain yang semakin meningkat, dan dia sendiri, anggota keluarga (suami, anak-anak) setiap hari dan setiap tahun masih tetap sama. Lalu ia meratap bahwa hidupnya tidak seberuntung orang lain. Bahkan ketika melihat orang lain sangat dipakai oleh Tuhan dan diri sendiri tampaknya tidak sebanding orang lain, maka ia pun terus membuat penilaian negatif terhadap dirinya sendiri.
  2. Asal usul kekuatiran:
    • Bukan dari Tuhan: Satu hal yang pertama-tama harus dipahami oleh orang Kristen adalah bahwa kekuatiran bukan berasal dari Tuhan. “Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Ams. 10:22). Bapa Surgawi ingin kita bersukacita senantiasa dalam Tuhan (Flp. 4:4). Agar anak-anak-Nya melewati hidup di bumi seperti di surga.
    • Kekuatiran berasal dari si aku yang lama: kekuatiran bukanlah produk dari hidup baru, tetapi berasal dari hidup lama si aku yang lama. Seperti yang dikatakan Paulus, ada dua hukum di dalam orang Kristen. (Rm. 7:21-25)
    • Kuatir adalah penghancuran dari iblis: Pada waktu itu bagaimana iblis menggoda Hawa dengan keraguan. (Kej. 3: 1-5). Ketika Yesus berada di padang gurun, iblis menggunakan jurus yang sama untuk menggoda Yesus. “Jika Engkau Anak Allah …” (Mat. 4: 3-6), bahkan di atas kayu salib, cara yang sama digunakan terus untuk menyerang Yesus. Iblis tak henti-hentinya menyerang kita seperti ini di dalam hidup kita juga. Karena itu, “Jangan memberi kesempatan kepada iblis.” (Efesus 4:27)
  3. Lupa bahwa kita memiliki Bapa di surga:

Di sini Yesus berulang kali mengatakan: “Burung-burung saja diberi makan oleh Bapamu di surga…..Bapamu yang di surga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” Dia adalah Bapa surgawi yang mahahadir, mahatahu, mahakuasa dan mengasihi kita. Apalagi yang kita kuatirkan? Kekuatiran itu tidak ada gunanya sebaliknya akan membuat kita makin bertambah cemas. Ingat Bapa surgawi tahu.