Hits: 1433

Pada tahun yang kedua zaman raja Darius, dalam bulan yang keenam, pada hari pertama bulan, yaitu sekitar 445 tahun SM. Nehemia kembali untuk membangun tembok Yerusalem (sekitar 520 tahun SM), terpisah sekitar 75 tahun. Seperti diketahui sekitar 586 tahun SM setelah Yerusalem jatuh ke tangan Nebukadnezar raja Babel, dan orang-orang muda yang kuat dan terbaik dari antara bangsa Yahudi diangkut ke dalam pembuangan ke Babel. Empat di antaranya adalah Daniel dan ketiga temannya, yang tersisa adalah orang-orang yang lanjut usia dan lemah. Kota suci dan bait suci juga dihancurkan.

Dalam pandangan manusia bangsa ini tidak mungkin bangkit kembali, tapi pernyataan Allah melalui Yeremia pasti akan tergenapi, yaitu tujuh puluh tahun kemudian Allah membangkitkan Ezra dan Nehemia memimpin beberapa kelompok Yahudi kembali untuk membangun tembok Yerusalem, sekaligus membangun bait suci. Tapi pembangunan tembok berdampak langsung pada kehidupan masyarakat sehari-hari, karena itu diselesaikan dalam waktu lima puluh dua hari. Akan tetapi orang-orang mulai hanya memperhatikan masalah kehidupan rumah sendiri dan secara perlahan-lahan mengabaikan pembangunan rumah Tuhan, serta mencari berbagai alasan untuk menunda. Ayat 2 “Beginilah firman TUHAN semesta alam: Bangsa ini berkata: Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN!” Atau dikatakan: menjaga diri sendiri saja tidak mampu, mana ada uang dan waktu lagi untuk membangun rumah Tuhan.

Tapi kenyataannya waktu itu kehidupan bangsa Yahudi sudah mulai tentram, karena itu Allah menghendaki Hagai langsung menunjukkan: “Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?(ay. 4). Sekarang tembok sudah diselesaikan lebih dari 70 tahun, dan kalian juga telah hidup tenang di dalamnya dan mulai menjadi kaya, rumah-rumah sudah dipapani dengan baik (simbol kekayaan pada saat itu), tapi lihatlah bait Allah telah dibangun lebih dari 70 tahun belum selesai dan perbaikan yang dilakukan 70 tahun yang lalu juga telah mulai menjadi reruntuhan. Apakah kalian tidak merasa bersalah kepada Tuhan? Kebetulan waktu itu terjadi beberapa bencana alam: “Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!” (ay. 6). Melalui ini nabi mengingatkan mereka, jangan berpikir ini hanya bencana kebetulan, tapi ini adalah peringatan Tuhan kepada mereka. Jangan menjadi orang yang tidak tahu berterimakasih, dan membiarkan rumah Tuhan tetap menjadi reruntuhan? Jangan menunggu sampai hukuman Tuhan tiba, baru menyesal sudah terlambat! Puji syukur kepada Tuhan! Ketika bangsa itu mendengar teguran dan nasihat dari nabi Hagai, mereka sadar dan tidak banyak bicara serta segera bangkit memberikan uang dan tenaga untuk membangun bait Allah.

Mungkin pertanyaannya adalah: kita tidak sedang membangun gereja, jadi apa yang harus kita perbuat? Jangan lupa ada dua macam rumah Tuhan, yaitu yang berwujud (terlihat) dan tidak berwujud (tidak terlihat). Memang hari ini kita bisa menyembah Tuhan di rumah Tuhan yang terlihat, pernahkan kita bertanya: apakah dengan begitu kita sudah merasa sangat puas? Gereja kita akan berumur tiga puluh tiga tahun dan apa yang telah kita perbuat untuk Tuhan? Bagaimana pertumbuhannya? Berapa banyak yang telah kita lakukan untuk rumah Tuhan yang tidak terlihat? Adakah kita mendengar seruan minta tolong dari jiwa-jiwa? Ketika Anda melihat berapa banyak jiwa yang belum percaya, yang dengan berbagai cara berseru dan berteriak kepada para dewa mereka, bagaimana respon kita? Bersediakah kita meresponi seruan-seruan itu?

Memang, untuk menyelesaikan misi ini membutuhkan sumber daya dan dana besar, apa yang telah Anda lakukan?