Hits: 10

Yeremia disebut sebagai “Nabi Ratapan”, hal ini bukan karena dia adalah seorang yang cengeng, gampang meneteskan air mata. Dia menangis bukan karena dirinya sendiri. Terlihat mulai pasal pertama, khususnya gambaran di pasal 2:11-17 jelaslah bahwa dia menangisi orang-orang Yahudi pada saat itu karena mengalami bencana, kejatuhan Yerusalem, bangsanya dalam keadaan menyedihkan, mereka ditawan ke Babel sebagai budak yang tak bernegara, selebihnya terpaksa meninggalkan rumah dan mengembara, mereka mengalami kelaparan dan wabah. Banyak yang jatuh pingsan di jalan-jalan, karena lapar bahkan karena tidak ada makanan mereka membunuh anak untuk makan, bahkan yang lebih membuat ia tertekan adalah, sebenarnya semua bencana ini tidak perlu terjadi, karena dalam beberapa dekade yang lalu Allah telah mengutus Yeremia menyatakan kepada raja dan bangsa itu “Jika mereka tidak bertobat dan berbalik kepada Allah, maka hari penghakiman akan tiba”. Tapi raja dan bangsa itu tidak menerimanya sebaliknya mereka menertawai, menolak, mencambuk dia dan memasukkannya ke dalam penjara.

Yeremia lahir di keluarga imam, karena itu ia di lahirkan dengan memiliki status iman. Dalam tahun yang ketiga belas zaman raja Yosia dari Yehuda (tahun 627 sebelum masehi) ia dipanggil, pada saat itu ia masih sangat muda. Reaksi Yeremia pada waktu ia dipanggil adalah takut dan merasa diri tidak mampu (Yer. 1:6), tetapi Allah berjanji akan memimpin perjalanan masa depannya, sejak saat itu ia telah menjalani kehidupan nabi selama empat puluh tahun. Dari awal hingga akhir ia mengalami lima raja: yaitu Yosia, Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin dan Zedekia.

Ia diutus untuk mewartakan berita penghakiman dari Allah, tapi karena nasihat jujur yang disampaikan tidak enak didengar sehingga saudara sebangsa yang dikasihinya membenci dia, kemudian karena pemberitaan yang bertentangan dengan kebijakan nasional saat itu, ia bahkan dianggap sebagai pengkhianat, sehingga telah dua kali ia dideportasi. Tetapi dia tetap tekun terus menjalankan misinya sampai mati sebagai martir.

Hidup dalam periode terkelam dalam sejarah Yahudi dan menghadapi negara dalam situasi yang sangat membahayakan antara hidup dan mati, tapi masyarakat raja dan bangsanya itu masih tertidur tanpa sadar, hal ini menyebabkan emosinya semakin meluap-luap dan akhirnya menjadi sentimental sehingga ia disebut “Nabi Ratapan” (lht. 9:1).
Dari sini kita bisa mengasosiasikannya dengan masa perang Tiongkok di zaman Qu Yuan. Pada usia dua puluhan ia sudah menjadi pejabat tinggi dan orang kepercayaan raja Chu. Tapi kemudian karena dalam menghadapi urusan negara ia berbeda dengan orang banyak. Ia sangat menentang bersekutu dengan negara Qi dan negara-negara tetangga lainnya untuk melawan negara Qin, lalu ia dituduh sebagai pengkianat dan diasingkan beberapa kali. Karena hal ini, ia menyatakan suatu keluhan: “Seluruh dunia ini keruh hanya saya jernih, semua orang sedang mabuk, hanya saya sendiri sadar”. Akhirnya pada 5 Mei penanggalan Tionghoa, ia berusia sekitar 62 tahun (sekitar tahun 278 SM) ia terjun ke sungai bunuh diri. Sejak itu negara Chu semakin merosot, sampai pada tahun 223 (55 tahun setelah kematiannya), negara Chu dimusnahkan oleh Qin.

Kita dapat melihat mereka berdua berada dalam situasi yang sama, sama-sama penuh patriotik, dan memiliki pengalaman yang sama, tapi kesudahannya berbeda. Qu Yuan karena kesedihan dan amarah terjun ke sungai bunuh diri, tetapi Yeremia meskipun ditolak bahkan mau dibunuh, ia selalu aktif memberitakan firman Tuhan sampai akhirnya ia dibunuh baru berhenti. Mengapa ada perbedaan seperti ini? Karena dalam penderitaan dan kesedihan, Yeremia melihat Allah yang penuh kasih setia dan tidak pernah berubah (Rat. 3:20-25). Ia bahkan menyerukan bangsa yang dalam penderitaan memohon kepada Allah, angkat tangan berdoa kepada Tuhan siang dan malam, memohon kepadaNya dan mencurahkan isi hati di hadapan-Nya. Ini berarti karena ia memiliki doa sehingga mempunyai kekuatan luar biasa dan sikap optimis untuk maju terus menggenapi misi yang dipercayakan Allah kepadanya (Rat. 2:18-19). Benar, doa adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada anak-anak-Nya dan umat-Nya! Supaya kita memiliki kekuatan untuk menghadapi perjalanan hidup yang terus mengalami perubahan. Doa membuat kita:
1. Bisa melihat kebenaran dan anugerah dibalik semua hal yang terjadi (Rm. 8:28)
2. Membuat kita mampu menghadapi dan memperoleh kekuatan untuk mengatasi masalah yang kita hadapi.
3. Dapat mengubah masalah yang kita hadapi: penderitaan menjadi berkat.