Hits: 131

Dalam bahasa Indonesia, ada ungkapan ” berada di sepatu orang lain” berarti berempati terhadap orang lain. Berempati adalah tindakan yang melebihi simpati, bukan hanya merasa kasihan pada orang lain tetapi benar-benar memahami/ menempatkan diri dalam situasi mereka. Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, menangislah dengan orang yang menangis,” juga memberi tahu kita bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita harus memiliki hidup yang berempati. Tuhan kita Yesus sendiri telah menjalani hidup yang berempati, Dia tidak hanya berempati kepada kita tetapi juga mengorbankan diri untuk menyelamatkan kita manusia. Karena itu, kita harus menyatakan hidup yang berempati sehingga kita bisa menjadi berkat bagi orang lain.

Mengapa kita harus memiliki empati? Ibrani 4:15 dan Filipi 2: 6-8 mencatat bahwa Yesus telah memberi kita teladan. Dia datang ke dunia benar-benar mempraktikkan empati-Nya dan menyatakan kasih-Nya yang tak terbatas. Tuhan bisa secara langsung dari surga menyelamatkan kita manusia, tetapi untuk menunjukkan kasih yang tak terbatas itu, “telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:7-8). Kita, sebagai anak-anak Tuhan, harus belajar bagaimana menjadi seperti Tuhan kita, yaitu, kita harus memiliki empati dan bahkan mengasihi orang lain dengan tindakan nyata.

Namun, ketika kita mau berempati pada orang lain, kita akan menghadapi kesulitan karena pengalaman menyakitkan kita di masa lalu dan ditambah kita semua adalah manusia yang  egois. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini, pertama-tama kita harus membangun hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan sehingga kita dapat terus merenungkan dan hidup menyatakan kasihNya. Kedua, di era perubahan yang begitu cepat ini, kita harus menyerap dan merenungkan apa yang terjadi di sekitar kita. Terakhir, kita harus mematuhi perintah Yesus kepada kita, yaitu, mengasihi sesama seperti diri sendiri dengan kasih Tuhan. Karena itu, kita harus mengatasi kelemahan  dan menyelesaikan masalah kita baik-baik dengan mengandalkan kekuatan Tuhan.

Kadang-kadang ketika kita mau berempati kepada orang lain, terlebih dahulu kita harus mengalami situasinya, tetapi dengan mengandalkan kekuatan Tuhan, walaupun kita belum mengalami situasi itu, kita juga bisa berempati kepada orang lain. Tuhan Yesus memanggil kita untuk memiliki empati kepada orang lain seolah-olah kita berada dalam situasi mereka. Jika Tuhan memanggil kita, Dia akan memberi kita kekuatan dan hikmat bijaksana untuk mengasihi orang lain.