Hits: 266

Jika kita melihat Kejadian 45: 4-5, 8, 11 kita dapat melihat Yusuf, yang dijual oleh saudara-saudaranya kepada orang-orang Ismael dan dibawa dijual lagi ke Mesir menjadi budak selama 13 tahun, kini di bawah pimpinan Tuhan yang luar biasa ia bisa hidup dan saat bertemu dengan saudara-saudaranya ia adalah penguasa Mesir dan dia bukan hanya tidak melakukan tindakan pembalasan namun juga mengatakan hal-hal seperti itu. Ini sungguh luar biasa (sulit dipahami). Mengapa bisa begitu?

Jika kita merenungkan dan mempelajari lebih lanjut, kita bisa melihat bagaimana hubungan dia dengan Tuhan. Ketika dia menghadapi godaan istri Potifar, dia berkata: “Bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kej. 39:9). Dari sini bisa dilihat bahwa meski dia dijual sebagai budak, tapi ia tetap menganggap Tuhan sebagai Tuhan di dalam hatinya dan tetap mempertahankan identitas dirinya di hadapan Tuhan. Dan pada saat yang sama, dia berkata kepada Firaun sebelum dia menjelaskan mimpi Firaun bahwa: “Bukan hamba, Tuanku, melainkan Allah yang akan memberikan penjelasan yang tepat.” (BIS Kej. 41:16 ). Lalu kata Yusuf kepada Firaun: “Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah memberitahukan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya( Kej. 41:25). Hal ini menunjukkan bahwa dia tidak mengambil kesempatan untuk menunjukkan dirinya berbeda dengan kebanyakan orang (hebat), namun dia memberi kemuliaan bagi Tuhan.

Karena dia mempunyai hubungan yang demikian dengan Tuhan, maka dia bisa memiliki pemahaman penuh tentang penderitaan (beban dalam hidup). Ia tahu semua yang terjadi itu tidak secara kebetulan, dan karena itu dia tidak membenci saudara-saudaranya dan mengucapkan kalimat-kalimat di atas.

Ya, secara umum kita semua menganggap memikul beban bukan hal yang baik. Siapa yang mau memikul beban/mengangkat beban? Memang, seringkali kita menyamakan beban dan kesusahan. Begitu kita memikirkan beban itu, kita diingatkan akan kesusahan, karena itu Yesus Kristus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat. 11:28). Tapi perkataan Yesus tidak berhenti sampai di situ, namun selanjutnya dikatakan lagi: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Mat. 11:29-30).

Dia juga menghendaki kita tidak hanya datang menyerahkan beban penderitaan kepada-Nya, dan Dia akan memberi kelegaan kepada kita, tetapi Dia juga menghendaki kita memikul kuk yang telah Dia berikan kepada kita, yaitu beban. Dan selanjutnya dikatakan: Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan (ayat 30).

Bisa dilihat bahwa tidak semua beban akan membawa kita penderitaan, tapi tergantung apa bebannya. Dan yang disebut beban juga tidak semua sama. Pertama beban yang membawa penderitaan bagi kita: 1. Beban dosa (Ibr. 12:1). 2. Beban dari berbagai aturan agama dan tradisi (Mat. 23:4). 3. Beban kehidupan, pekerjaan, dan pelayanan (Gal. 6:2).

Bagaimana menghadapinya: 1. Himbauan Yesus: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28). Jika beban dosa, Tuhan Yesus telah menyelesaikannya bagi kita. Jika karena segala macam beban fisik, mental, dan bahkan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, hendaklah kita menyerahkannya kepada TUHAN (Mzm. 55:22). Petrus juga mengingatkan kita : “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” ( 1 Ptr. 5:7). 2.Pikullah kuk yang diberikan Tuhan dan belajarlah pada-Nya (Mat. 11: 29-30). Bagaimana memikul kuk Tuhan dan belajar dari-Nya? Ternyata ini adalah suatu cara melatih seekor sapi untuk membajak sawah atau menarik gerobak di Palestina.

Tuhan membiarkan Yusuf dijual pada usia 17 sampai usia 30 sebagai penguasa. Melalui hidup sebagai budak, difitnah, dipenjarakan, dan dilupakan. Semua kesengsaran, penderitaan(beban) yang dialami ini, nampaknya tidak seharusnya ada. Sepertinya Tuhan itu tidak adil baginya, apakah terlalu berat? Saudara-saudaranya juga keterlaluan, kejam. Tapi dari jawaban Yusuf kepada saudara-saudaranya: ayat 4 “Marilah dekat-dekat.” Maka mendekatlah mereka. Katanya lagi: “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. 5. Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu….8. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.

Dia tahu semua hal yang terjadi pada dirinya, (beban penderitaan, kesusahan) ada Tuhan yang menyertainya senantiasa, dan dia sama seperti sapi yang baru tumbuh dan terlatih. Untuk mengenapi misi yang dikehendaki Tuhan. Karena itu tanpa keluh kesah dan kebencian ia telah memikul beban yang diizinkan Tuhan. Yusuf demikian, setelah itu Musa begitu juga, terlebih lagi Yesus Kristus demikian juga. “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh”. (1 Ptr. 2:22-24).