Hits: 340

Korban dalam PL. Korban dalan PL terdiri dari dua jenis: hewan dan hasil panen. Mayoritas jenis korban (bakaran, keselamatan, penghapus dosa, penebus salah, dll.) melibatkan hewan (lembu, kambing/domba, burung). Korban sajian dalam Imamat 2:1-16 adalah korban hasil panen.

Prinsip korban sajian dalam Imamat 2:1-16. Pertama, korban sajian adalah persembahan berupa hasil panen (bukan hewan). Dua materi utama korban sajian adalah tepung dan minyak yang dicampur. Dua jenis bahan khusus dalam korban sajian: a) bahan yang dilarang: ragi dan madu. Ragi membuat kehancuran (fermentasi). Madu ditengarai juga demikian; dan b) bahan yang diwajibkan: garam. Garam membawa kesembuhan. Selain itu, dalam praktik masa itu, garam mengingatkan akan perjanjian (covenant).

Korban sajian memiliki tiga fungsi. Pertama, korban sajian berfungsi sebagai pengingat akan perjanjian Allah dengan Israel. Persembahan dari hasil panen mengingatkan bahwa Allah setia kepada perjanjian-Nya dengan Israel sehingga memberkati mereka dengan hasil tanah untuk mereka nikmati. Karena itu, korban sajian adalah respons yang sepatutnya dari bangsa Israel kepada kebaikan Allah tersebut yaitu sebagai bentuk ketaatan terhadap perjanjian dan ungkapan syukur bangsa Israel.

Kedua, korban sajian biasanya dipersembahkan mengikuti korban bakaran (Im. 1:1-17; bdk. Bil. 28). Praktik umum persembahan bersama korban bakaran dan korban sajian menunjukkan keduanya bukan saling menggantikan tapi melengkapi. Dalam terang bahwa korban sajian mengikuti korban bakaran, maknanya adalah bahwa karena Tuhan telah memberikan pengampunan dosa (melalui korban bakaran), orang Israel yang datang mempersembahkan korban di bait Allah pada gilirannya akan memberikan korban sajian ini, yaitu sebagian dari hasil pertanian mereka, sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan dan tindakan yang menunjukkan sikap pengabdian (dedikasi) kepada Tuhan dan perjanjian-Nya dengan Israel.

Terakhir, korban sajian juga berfungsi untuk memelihara kehidupan para imam. Berbeda dengan korban yang melibatkan hewan di mana hampir seluruh bagian dari hewan biasanya dibakar (dikorbankan), dalam korban sajian hanya sedikit yang dibakar. Dalam korban sajian, hanya sebagian yang dibakar dan mayoritas lebihnya disisakan dan diberikan kepada imam sebagai bagian yang mencukupi kebutuhan kehidupan mereka.

Korban yang dibawa haruslah yang terbaik. Prinsip yang terbaik dalam persembahan: hasil panen diwujudkan dalam persembahan tepung terbaik (2:4, 5, 7); hasil pertama panen (buah sulung)-2:12; dan korban hewan (baik sebagai bakaran, penghapus dosa, dll.) diwujudkan dalam binatang yang tidak bercela (tidak ada cacat).

Korban bagi orang Kristen. Korban tidak lagi berlaku di dalam kehidupan sebagai orang Kristen karena Yesus dalam kematian-Nya telah menjadi korban yang sempurna yang menggenapi seluruh aturan korban dan segenap PL yaitu perjanjian Allah dengan Israel (perjanjian pertama). Pengorbanan Yesus mensahkan perjanjian yang baru, yaitu perjanjian yang disahkan dalam darah Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Luk. 22:20). Dalam Yesus, Allah telah memberikan rahmat-Nya bagi kita. Karena itu, sebagai respons, kita pun patut memberikan persembahan yang terbaik kepada-Nya seperti halnya orang-orang Israel memberikan respons kepada perjanjian yang pertama dengan memberikan korban persembahan, korban bakaran dan korban sajian. Tanggung jawab kita sekarang adalah mempersembahkan tubuh dan hidup kita kepada Allah (Rm. 12:1-2). Ini adalah ibadah yang sejati (korban yang sejati). Korban persembahan kita adalah berupa pembaruan budi (pikiran) yang terwujud dalam sikap hidup yang berubah di mana kita selalu berusaha untuk mencari yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:2). Kita harus hidup untuk Tuhan dengan memberikan yang terbaik kepada-Nya: tenaga, waktu, pikiran, dan harta benda kita. Semua milik kita haruslah diabdikan untuk Tuhan di mana Tuhanlah, bukan kepentingan kita sendiri, yang menjadi tujuan akhir hidup. Ini tidak berarti bahwa kita tidak dapat menikmati kebahagiaan dalam hidup kita di dunia ini. Namun, ini berarti bahwa kebahagiaan tertinggi baru dapat dinikmati di dalam menjadi Tuhan tujuan akhir dan sasaran tertinggi kehidupan kita.