Hits: 268
Terkait latar belakang bacaan Alkitab hari ini, Keluaran 21:1-11, dapat disebutkan dua hal: pertama, bangsa Israel telah bertemu Allah di gunung Sinai untuk mengadakan perjanjian (kovenan) dan Musa telah naik ke atas gunung Sinai sementara bangsa Israel berada di kaki gunung; dan kedua, Yahwe telah memberikan Sepuluh Perintah Allah (20:1-17). Sepuluh Perintah Allah adalah prinsip-prinsip dasar dalam perjanjian antara Yahwe dengan Israel.
Selanjutnya, Yahwe memberikan rincian butir-butir perjanjian kepada Israel, yaitu hal-hal yang harus dilakukan Israel sebagai wujud ketaatannya kepada perjanjian (kovenan) Allah. Butir-butir ini tercantum dalam suatu dokumen yang disebut Kitab Perjanjian (20:22-23:33) yang memiliki hubungan yang erat dengan Sepuluh Perintah Allah. SPA mulai dengan perintah jangan ada Allah lain (hanya menyembah Tuhan Allah Israel) dan Kitab Perjanjian diawali (20:22) dan diakhiri (23:32-33) dengan perintah yang sama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang mendasari Kitab Perjanjian adalah Sepuluh Perintah Allah. Dalam Keluaran 21:1 disebutkan “Inilah peraturan-peraturan yang harus kaubawa ke depan mereka.” Butir-butir peraturan dalam Kitab Perjanjian menyangkut beberapa bidang (kita akan pelajari dalam beberapa minggu mendatang). Orang Israel wajib melakukan butir-butir Kitab Perjanjian ini dengan sungguh-sungguh dan saksama.
Nats hari ini berbicara mengamati topik tanggung jawab orang Israel kepada Tuhan mengenai budak Ibrani. Tuhan memberikan pengaturan yang harus dilakukan oleh umat-Nya tentang budak yang adalah orang Ibrani (Yahudi), secara khusus menyangkut pembebasan mereka sebagai budak. Dalam pengaturan ini, kita dapat mengenali karakter Allah dan tanggung jawab bangsa Israel (juga kita). Pengaturan mengenai budak Ibrani dalam Keluaran 21:2-11 dapat dibagi atas dua bagian: budak laki-laki (2-6) dan budak/hamba perempuan (7-11).
Jikalau seorang lak-laki Ibrani terpaksa harus menjadi budak bagi saudara sebangsanya (biasanya karena kemiskinan dan hutang), Tuhan menetapkan bahwa ada sabat bagi budak Ibrani (2). Tuhan mengizinkan seorang Yahudi memiliki budak dari bangsanya sendiri dengan catatan dan syarat. Tuhan menetapkan bahwa pada tahun ketujuh (sabat), budak harus dibebaskan tanpa uang tebusan, yaitu tanpa harus membayarkan hutangnya. Allah adalah pembebas. Pembebasan pada tahun sabat mencerminkan anugerah dan belas kasihan Allah yang diterima oleh semua orang Israel karena dahulu mereka pun adalah budak di Mesir tetapi oleh kemurahan Allah, mereka dibebaskan secara cuma-cuma dari perbudakan. Yang menerima kemurahan haruslah berbuat kemurahan. Pada saat pembebasan pada tahun ketujuh, Tuhan menetapkan aturan-aturan untuk kedua belah pihak, budak dan majikan (3-6). Pengaturan ini didasari oleh sifat keadilan karena Allah adalah adil.
Kedua, peraturan tentang budak/hamba perempuan. Seorang ayah dapat menyerahkan (menjual) anak perempuannya menjadi budak bagi seorang tuan (ay. 7). Dalam hal ini menjadi budak berarti menjadi isteri bagi tuannya. Terhadap budak perempuan ini, tidak berlaku ketentuan pembebasan pada tahun ketujuh karena perempuan tersebut bukan sekadar budak biasa tetapi isteri. Sang majikan dapat menjadikan budak perempuan tersebut isteri bagi dirinya (8) atau memberikan perempuan itu kepada anaknya sebagai isteri (9). Jikalau setelah sang majikan menjadikan budak perempuan isterinya sendiri, mengambil isteri lain, ia harus berlaku adil kepada semua isterinya dengan menyediakan makanan, pakaian, nafkah batin bagi budak perempuan yang terlebih dahulu ada (10). Dalam hal tiga syarat (makanan, pakaian, nafkah batin), yaitu yang menyangkut hak-hak dasar, tidak dipenuhi, budak perempuan itu harus dibebaskan dan diizinkan keluar tanpa tebusan (tanpa membayar apa-apa). Dalam semua pengaturan ini, kita belajar bahwa Allah adalah pelindung. Artinya, budak Ibrani perempuan berhak atas pembebasan dari status sebagai budak apabila diperlakukan tidak adil. Ini adalah perlindungan bagi budak perempuan supaya diperlakukan dengan hormat sesuai harkat martabatnya.
Perintah Allah tentang budak tentunya sudah tidak berlaku lagi sekarang karena Kristus telah menggenapi hukum Taurat untuk membebaskan kita dari tuntutan hukum. Namun, karakter Allah sebagai pembebas, adil, dan pelindung merupakan hal yang patut diresapi dan diwujudnyatakan oleh orang Kristen hari ini karena hal-hal inilah yang dikehendak oleh Allah bagi untuk melakukannya.