Hits: 102
Kita telah memakai beberapa Minggu merenungkan tema yang berkaitan dengan mengikut Tuhan. Berbicara mengenai makna dan syarat mengikut Tuhan, mungkin di dalam hatimu berpikir, semua yang disebutkan di atas sudah hampir saya penuhi. Benar, Saya bersyukur untukmu jika sudah memenuhinya. Hari ini kita akan merenungkan lebih jauh satu tema, yaitu yang dikatakan di 1Ptr. 15-16: “hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”
Seperti pengalaman Yesaya juga, ketika ia mendengar dan meresponi panggilan Tuhan: Lalu kataku: “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam. Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.” (Yes. 6:5-7). Yesaya adalah seorang nabi dan seorang imam. Sesungguhnya sebelum ia masuk ke bait Allah menyembah Tuhan, ia sudah melewati satu proses penyucian diri yang rumit, tapi kali ini ketika ia mendengar panggilan Tuhan dan melihat kemuliaan Tuhan, secara alamiah ia bersujud sembah di hadapanNya dan menyampaikan pengakuan dosanya di atas. Karena di hadapan Tuhan tidak ada orang, bahkan orang-orang percaya ataupun nabi yang dapat menganggap diri sendiri kudus. Karena kita masih hidup di dalam dunia yang penuh dosa dan dalam tubuh dan daging.
Karena Allah yang akan kita ikuti adalah Allah yang kudus (1Ptr.1:15), maka kita harus kudus. Memang, banyak orang percaya tahu akan hal ini, tapi ada berapa banyak orang Kristen yang mencapai tahap ini, sebab ini benar-benar bukan hal yang mudah. Karena itu banyak orang Kristen tidak mau membicarakan dan mengabaikannya, bagaimanapun tidak ada orang suci, siapa yang tidak pernah bersalah. Lagipula cukuplah keselamatan Tuhan bagi kita.
Ini adalah tipu muslihat dari iblis, akibatnya banyak orang Kristen sambil melayani tapi hidupnya lebih kacau daripada orang yang belum percaya. Jika kita melihat perjalanan iman Paulus, ia juga pernah menghadapi kesulitan ini, seperti yang dikatakan di Rm. 7:23-25 “tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Tidak berhenti di sini, selanjutnya dikatakan: Syukur kepada Allah! Ia menyelamatkanku melalui Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa (7:26).
Waktu itu jemaat Galatia juga menghadapi masalah dalam hal ini, Paulus mengajarkan mereka dengan argumen lain: Pertama, ia mengemukakan keinginan daging yang dihadapi dalam kehidupan Kristen dan buah-buah roh, agar kita dapat membedakannya. Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu — seperti yang telah kubuat dahulu — bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Gal. 5:19-21). Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (Gal. 5:22-23). Yesus juga tahu kesulitan kita, dan memberikan seorang Penolong (Roh Kebenaran) bagi kita (Yoh.14:16-18, 16:8,13). Karena itu selanjutnya Paulus memberitahukan kita “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki. (Gal. 5. 24-26).
Di sini jelas memberitahukan kita bukan bersandar pada kekuatan sendiri melainkan bersandar kepada Roh Kudus, kita harus sepenuh hati mengikut Dia dan taat kepadaNya, seperti tentara terhadap atasnya, hanya ada “ya”, tidak ada yang disebut “mengapa?” dan setiap hari mereka harus latihan secara bertahap, barulah akan menjadi satu pasukan tentara yang tangguh.