Hits: 4266

Jika kita melihat dari segi sastra, ini adalah satu bagian yang melukiskan kisah cinta yang indah antara Ishak dan Ribka, terutama gambaran pertemuan mereka yang pertama, dari kejauhan Ishak melihat hamba dan rombongan untanya pulang, maka dengan terkejut gembira ia segera maju untuk mengetahui kabarnya, tapi di luar dugaan hambanya itu sudah membawa pulang juga Ribka mempelai wanitanya. Dan dari hambanya Ribka sudah tahu juga yang berjalan ke arah mereka itu adalah Ishak mempelai laki-laki yang belum pernah dilihatnya, maka ia segera mengambil selendangnya dan menutupi wajahnya. Lalu Ishak membawa mempelai wanita masuk ke dalam kemah ibunya dan memperistri dia. Juga dengan demikian terhiburlah hati Ishak yang sedih karena kehilangan ibunya. Dan kehidupan rumah tangga mereka yang bahagia pun dimulai. Memang, keluarga ini seharusnya adalah keluarga yang bahagia dan saling mencintai. Dari mana kita tahu? Dari sejak Ishak menikahi Ribka, cintanya teguh kepada Ribka. Walaupun mereka menikah sudah dua puluh tahun dan belum memiliki anak (Kej. 25:20,26), ia tidak mencari alasan untuk menikah lagi sehingga menimbulkan pertentangan antara suami istri, bahkan setelah Ribka meninggal pun, ia tidak menikah lagi.

Tetapi apakah keluarga ini bahagia? Sepertinya ya, tapi sesungguhnya tidak demikian, karena ketidak rukunan kedua anak kembarnya, bahkan karena adiknya dengan cara licik menipu merampas hak kesulungan dan berkat abangnya, maka abangnya sangat marah dan ingin membunuh adiknya. Esau menaruh dendam kepada Yakub karena berkat yang telah diberikan oleh ayahnya kepadanya, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri: “Hari-hari berkabung karena kematian ayahku itu tidak akan lama lagi; pada waktu itulah Yakub, adikku, akan kubunuh.” (Kej. 27:41). Yakub juga karena hal ini harus meninggalkan rumah dan berpisah dengan kedua orang tuanya selama dua puluh tahun. Apakah keluarga ini bahagia dan damai? Mengapa bisa berakhir demikian? Kuncinya adalah “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (Kej. 25:28).

Ini adalah penyebab utama rusaknya kebahagiaan itu:

  1. Orang tua pilih kasih: ini adalah masalah keluarga yang sering terjadi, orang tua pilih kasih terhadap anak-anak! Bahkan kakek dan nenek juga seperti itu, untuk abang semua tidak boleh, tapi untuk adik semua boleh dan tidak ada masalah. Hal ini tentu menimbulkan masalah di hati abang, baginya adik bagikan duri dimatanya dan menaruh dendam dihati, maka hubungan saudara menjadi tidak akur, bahkan sampai tua pun sulit hilang perasaan itu. Keluarga seperti ini mana mungkin bahagia dan tenang? Ingatlah bahwa pilih kasih dan kasih yang memanjakan itu bukan kasih melainkan mencelakakan!
  2. Prinsip dan cara orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak tidak konsisten: ketika anak meminta sesuatu, ibu tidak setuju, tapi ayah mengatakan tidak apa-apa. Hal ini dapat mengakibatkan anak-anak kehilangan standar hidup dan setelah dewasa itu akan menjadi penghalang baginya di dalam kehidupan.

Bagaimana cara mendidik anak:

  1. Harus membawa anak-anak ke hadapan Tuhan: mendidik mereka dengan firman Tuhan sebagai prinsip hidup, contohnya adalah didikan Abraham terhadap Ishak, Hana dan Elkana, termasuk juga Yusuf dan Maria.
  2. Keteladanan adalah pendidikan terbaik! Tutur kata dan perbuatan orang tua harus sejalan dengan apa yang diajarkannya, jangan lupa mata dan telinga anak selalu mengikuti kita.

Seperti apa yang disebut “membesarkan anak tanpa mendidik adalah kesalahan ayah” Alkitab juga menegaskan: Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati.” (Ams. 23:13-14). Sesungguhnya ini adalah tanggungjawab orang tua; didikan yang benar akan berlangsung sampai turun temurun dan menjadi keluarga yang memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.