Hits: 62

Konteks firman Tuhan yang dibaca hari ini adalah bangsa Israel berada ditik persimpangan karena Yosua yang telah memimpin mereka memasuki tanah Kanaan sudah tua (dan akan segera mati; bdk. Yos. 24:29). Krisis akan muncul karena kepergian sang pemimpin, Yosua (penerus Musa) mungkin akan membawa break dan perubahan dalam jalur kepemimpinan karena pola hidup yang berbeda dari berperang menjadi hidup menetap di tanah Kanaan. Perubahan ini dapat membawa bangsa Israel kepada hal yang baik tetapi buruk. Salah satu yang paling serius adalah bangsa Israel yang diam di tanah Kanaan mungkin terpengaruh untuk turut menyembah dewa-dewa orang Kanaan dan meninggalkan TUHAN (Yahwe), Allah mereka.

Agar supaya bangsa Israel tidak meninggalkan TUHAN, Yosua mengingatkan mereka kembali bagaimana TUHAN, Allah bangsa Israel, telah memanggil Abraham, nenek moyang mereka, dari Ur-Kasdim dan telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir serta bahkan membawa mereka menguasai ke tanah Kanaan. Dengan cerita-cerita ini, Yosua mau mendorong orang-orang Israel agar tetap setia kepada TUHAN, khususnya setelah dia meninggalkan mereka (Yos. 24:14). Sebelum meninggalkan mereka, Yosua ingin mereka memperbarui perjanjian dengan TUHAN (Yahwe). Perjanjian yang akan diperbarui adalah perjanjian di Sinai, yaitu di mana bangsa Israel berjanji akan setia kepada TUHAN dan memegang teguh perintah-perintah dari perjanjian dengan-Nya. Agar supaya bangsa Israel mengerti maksudnya dan mau berjanji setia kepada TUHAN, ia secara dramatis memberikan TANTANGAN dengan kata-kata retorik di Yosua 24:15 (tidak mengharapkan mereka akan menjawab “menyembah allah lain” karena ini bukan pilihan; semata-mata untuk memunculkan efek penegasan). Pada akhirnya, bangsa Israel pun menyatakan janji setia untuk hanya beribadah kepada TUHAN ini (Yos. 24:25; lih. 24:16-24).

Dalam firman Tuhan hari ini, yang akan kita perhatikan secara khusus adalah kata-kata Yosua “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.” Yosua menegaskan komitmennya yang tidak bergoyang untuk menyembah TUHAN karena dia tahu bahwa hanya Yahwelah Allah yang benar dan hidup yang harus disembah oleh dia, bangsa Israel, dan bahkan semua bangsa. Ada dua prinsip yang kita dapat pelajari dalam tema “Keluargaku, Gerejaku,” yaitu keluarga yang menjadikan TUHAN bagiannya.

Pertama, Keluargaku akan Beribadah kepada TUHAN. Keluarga bukan hanya semata-mata tentang masalah hubungan antara orang tua-anak (papa, mama, dan anak-anak) atau masalah kesejahteraan saja (pendidikan anak, finansial, hiburan/rekreasi, dll). Lebih daripada itu, sebagai orang-orang Kristen, keluarga adalah masalah hubungan dengan TUHAN Allah. Selain dari aspek jasmani dan jiwa, keluarga juga harus memperhatikan aspek rohani, yaitu bagaimana keluarga sebagai satu kesatuan maupun secara individu anggota keluarga beribadah kepada TUHAN, yaitu: mohon Tuhan hadir dan melibatkan Tuhan dalam jalannya kehidupan keluarga. Keluarga harus melibatkan Tuhan Yesus dan menjadikan-Nya sebagai kepala (pemimpin) dari keluarga (基督是这家之主). Artinya keluarga secara individu maupun secara bersama harus berkomitmen untuk melakukan perintah Allah dalam kehidupannya. Bahkan keluarga baik secara pribadi maupun bersama-sama harus juga menjadi alat bagi pekerjaan Tuhan yaitu dalam menyatakan kemuliaan-Nya dan melaksanakan misi Allah bagi dunia ini. Gereja adalah pekerja misi Allah di dalam ladang dunia (tetangga, masyarakat, bangsa dan negara). Kehidupan keluarga harus dapat menyaksikan tentang kehidupan Kristus: kasih-Nya, kebaikan-Nya, kesucian-Nya, kelemahlembutan-Nya. Dengan demikian kehidupan keluarga menjadi seperti gereja, yaitu menjadi saksi bagi dunia dan Tuhan hadir di tengah-tengah keluarga.

Kedua, Aku dan Seisi Rumahku. Yosua bukan hanya menyatakan bahwa dirinya akan memilih TUHAN dan beribadah kepada-Nya tetapi dia menyatakan bahwa dia dan seisi rumahnya (keluarganya). Kepala keluarga atau orang tua bertanggung jawab membangun iman anak. Memang kedewasaan rohani adalah pengalaman individual (personal). Namun, keluarga tidak boleh hanya menyerahkan masalah ini kepada urusan masing-masing. Keluarga (terutama orang tua) bertanggung jawab atas terjadinya pertumbuhan rohani para anggotanya (ingat janji yang dibuat oleh orang tua pada saat menyerahkan anaknya untuk dibaptis).